Thursday, November 15, 2012

A Twist In My Story-2


“Bener-bener hari yang sial!” gerutu gue. Gue menghempaskan tubuh gue di sofa hitam yang emang ada di dalam kamar gue. Emang hari ini bener-bener sial parah! Dimulai dari gue yang terlambat ke sekolah, dibikin jengkel sama satpam cengengesan, diberi petuah sama Voldemort—dalam hal ini yang gue maksud itu Bu Berty—, sebangku sama cowok gak punya perasaan, kelaparan, kemudian pingsan, setelah sadar malah ditinggal pulang sama si cowok gak punya perasaan itu, pulang ke rumah
dalam keadaan tragis—muka pucet, bibir pecah-pecah dan susah buang air besar—, karna gue gak kuat harus desak-desakan diangkot terpaksalah gue pulang naik taksi—ini sama aja pemborosan—, sampe di rumah gak ada orang... eh, ada ding, ada Mbok Yeni… tapi emangnya dia bisa gue ajak curhat? Nyambung juga kagak kalo gue ngobrol sama dia-_-
   Hah! Hidup gue emang hapless banget, ya?
Ngomong-ngomong soal pingsan, gue jadi inget kalo tadi pas gue pingsan, gue sempet mimpi tentang Kak Edo sama adiknya yang tengil bernama Eja. Ya ampuuunn, mereka sekarang tinggal dimana, ya? Gue kangen!
Dulu waktu gue masih kecil, cuma mereka temen gue yang paling deket dan akrab sama gue. Iya, gue sama mereka akrab sejak kejadian pemberian batu sapphire blue itu. Sejak Kak Edo ngasih sapphire blue-nya ke gue di Taman waktu itu—tapi direbut sama Eja— gue ngerasa jadi punya temen buat main. Gue jadi sering main ke Taman Komplek cuma buat ketemu lagi sama mereka. Dan tempat main mereka emang disitu, jadinya dengan gue sengaja, kita suka main-main ala anak komplek disana—main-main anak komplek seperti: main monopoli, main boneka Barbie yang dipasangin sama robot-robotan punya Eja, main sepeda, ayunan, pasir-pasiran, dan lain-lain… ahay banget, yekaaan? Wk.
Tapi itu gak berlangsung lama. Mereka pergi ninggalin gue dan pindah ke kota lain.

***
◊○◊ Flashback On ◊○◊

Sameera. Seorang gadis kecil yang sedang duduk di Taman kompleks rumahnya itu terlihat sangat gelisah. Sudah satu jam ia duduk di bangku Taman—tempat ia biasa menghabiskan waktu sorenya. Disana ia sedang menunggu teman sepermainannya dengan wajah yang cemas. Berharap bahwa sore ini akan dilewatinya dengan riang gembira.
Lagi, ia menghembuskan nafas berat. Orang yang ditunggunya tak kunjung datang menemaninya bermain.
“Huffttt… Kak Edo sama Eja kemana, ya?” gumamnya.
Semenjak ia tertangkap sedang menangis oleh Edo dan bertengkar dengan Eja karena masalah Sapphire Blue itu, ia jadi sering bermain ke taman ini hanya untuk sekedar bersenang-senang bersama dua orang itu. Sebenarnya tujuannya bermain dengan mereka adalah untuk mendapatkan kembali Batu Sapphire itu ke tangannya setelah direbut paksa oleh Eja. Eja benar-benar keras kepala. Ia bahkan membawa kabur batu biru itu pulang dan menyembunyikannya dari Edo kakaknya.
Tapi Sameera berusaha untuk bersikap acuh dengan batu itu. Ia lebih suka bermain dengan Edo dan Eja ketimbang memilih batu biru itu. Karena ini adalah pertama kalinya ia mempunyai orang yang sangat perhatian kepadanya. Edo yang selalu melindunginya dari kejailan Eja, dan tentu saja Eja yang selalu menjailinya setiap ia sedang bermain dengan Edo.
Jika sudah berada diluar rumahnya, Sameera merasa sangat bebas. Ia seakan lupa dengan keadaan rumahnya yang begitu dingin. Papanya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang ada di rumah. Mamanya yang tak pernah menganggapnya ada. Bahkan Sameera merasa ia sering sekali mendapatkan perlakuan yang mendiskriminasi dirinya dengan sang kakak, Zeto, dan juga Keysha—adiknya yang masih balita. Ia merasa mamanya lebih sayang kepada Zeto dan Keysha dibandingkan dengan dirinya. Sedangkan kakak laki-lakinya, Zeto, amat sangat jahat terhadapnya. Zeto selalu berprilaku manja di depan mamanya untuk membuat Sameera iri dan merasa tertekan karena merasa tak ada yang menyayanginya. Sameera selalu merasa dianak tirikan oleh mamanya, tapi berbeda dengan papanya yang selalu memanjakannya jika ia sedang berada di rumah. Sam sangat sayang dengan papanya juga sangat sayang pada adiknya Keysha, karena baginya walaupun Keysha yang menyebabkan perhatian sang mama teralih olehnya, bagaimanapun juga ia tetap adiknya. Adiknya yang tak mengerti apa-apa. Sayang, papanya yang sangat amat disayangnya berada di rumah hanya setahun dua kali, jadi bisa kalian bayangkan bagaimana hidup Sameera sekarang?
“Ejaaaa!” seru Sameera riang saat dilihatnya Eja berlari menghampiri dirinya. Senyum penuh keceriaan terus tersungging dari bibirnya yang mungil. Tapi kali ini Eja datang hanya sendiri. Tidak dengan kakaknya, Edo. Kemana dia?
Eja berhasil sampai di depan Sameera dengan nafas terengah-engah. Kedua tangannya memegang lututnya sambil membungkukkan badannya. Mencoba menetralisir rasa capeknya karena berlari dari rumah menuju taman.
“Ja, kok kamu sendiri? Kak Edo mana?” tanya Sameera heran.
“Hhhh… ini buat kamu.” Eja menyerahkan batu berwarna biru kepada Sameera. Hey! Sapphire blue itu diberikan kembali oleh Eja tanpa diminta? Sameera memandang batu yang disodorkan Eja dengan senang.
“Kamu serius, Ja?” Eja menjawabnya dengan mengangguk. Mata Sameera semakin berbinar-binar. Ia mengambil batu biru itu dengan riang. “Makasih, ya, Ja!” ucapnya tulus.
“Iya. Yaudah ya, aku mau balik lagi. Jaga baik-baik batu itu, oke? Daaaahhh,” Eja berlari meninggalkan Sameera.
“EJAAAA, KAMU KOK GAK MAU MAIN SAMA AKU?” teriak Sameera saat Eja belum terlalu jauh dari pandangannya. Eja yang mendengar teriakan Sameera berhenti berlari dan berbalik menghadap Sameera. Dijawabnya pertanyaan Sameera dengan teriakan yang juga tak kalah kencangnya.
“AKU BUKANNYA GAK MAU MAIN SAMA KAMU, TAPI AKU SAMA KAK EDO MAU PERGI JAUH!”
“TAPI NANTI BALIK LAGI KAN? MAIN LAGI SAMA AKU KAN?” tanya Sameera yang tak tahu Eja dan Edo akan pergi kemana.
“MAAF YAAA… AKU GAK TAU!” jawab Eja terlihat ragu dan sedih.
Sameera yang merasa akan kehilangan dua orang yang selama ini menemaninya bermain langsung menundukkan kepalanya. Ia sangat sedih jika ia harus menjadi gadis kecil yang ‘sebatang kara’. Ia mengira Eja dan kakaknya pergi karna sudah bosan bermain dengannya lagi. Ia hampir saja menitikan air mata, tapi tidak jadi sat ia melihat ada seseorang yang berdiri tepat dihadapannya.
Sameera mendongakkan kepalanya menatap anak laki-laki seumurnya berdiri di depannya. Eja kembali lagi ke tempat Sameera! Ia menatap Sameera sedih lalu mencubit pipi Sameera dengan gemas.
“Errrhh… Jangan nangis, cengeng! Nanti kalo kakak aku udah sembuh kita main lagi kok,” ujar Eja dengan senyum yang sangaaaaaaaaaattt menawan. Kemudian ia mengacak-acak poni Sameera gemas, dan dengan gerakan cepat dan tak terbaca, Eja mencium pipi tembem milik Sameera.
Sameera melongo dibuatnya. Dan Eja? Yaaahh, dia hanya bisa nyengir lebar menanggapi Sameera yang sudah geram.
“Sudah, ya? Daaahhhh!” Kini Eja kembali berlari keluar area taman. Sebenarnya ia sangat berat meninggalkan Sameera sendirian di taman itu. Ia juga ingin bermain dengan Sameera, mengusilinya, merusak semua mainan Barbienya. Tapi dia sudah tak punya banyak waktu untuk itu. Di rumah orang tuanya sedang menunggunya untuk berangkat ke Bandara dan akan terbang ke Singapore.
Dan sejak saat itu, Sameera tidak pernah lagi bertemu dengan Edo maupun Eja. Ia tak tahu dimana keberadaan dua makhluk itu. Sampai sekarang……..

◊○◊ Flashback Off ◊○◊

***

Ish. Gara-gara mimpiin tuh batu biru, gue jadi kengen berombak-ombak gini nih sama Eja sama Kak Edo. Arrrgggghhhh…. Kalian kemanaaaa????
Hmmm, ngomong-ngomong soal Sapphire Blue, gue taro dimana ya tuh batu? Jangan sampee deh barang paling berharga kayak gitu gue ilangin. Bener-bener apes dong gue? Huuhuhu
 Coba deh gue cari dulu. Kali aja ada di kotak mainan gue waktu kecil.
Kotak mainan? Ah, iya! Gue emang taro tuh batu disitu deh kayaknya. Yak, yak… dan sekarang dimanakah kotak mainan gue berada? Aduh Sam, jadi orang kok ceroboh banget sih lo? ck! Ampun dehhhh..

Setelah lama berkutat di dalam kamar buat nyari kotak mainan masa kecil gue, akhirnyaaaaaa tuh kotak ketemu juga. Dan lo tau itu dimana? Di lemari pakaian gue!
Astagaaaa… kok gue bisa bego pake banget, ya? Padahal lemari pakaian gue tiap hari gue buka. Ya ampuuunn Sam, bener-bener tiarap otak lo.
Huaaaaa… ini dia Sapphire Blue guee! Tertimbun bersama mainan gue, Barbie-barbie gue yang udah cacad gara-gara dipretelin sama Eja, daaan robot-robotan Batman punya Eja yang gue ambil waktu dia abis ngerusakin Barbie gue—tanpa dia tahu pastinya.
Sayang banget nih batu gak ada rantainya. Padahal di tengah-tengah batu ini udah ada lubang buat rantai dan dijadiin kalung.
“Yaaah, gak ada rantainya gak bisa gue pake dong?”
Gue menatap batu biru itu nanar. “Hallooo Kak Edo.. Eja? Maaf yaa udah aku timbun bertahun-tahun lamanya. Hmmm.. Kalian kapan balik?”

***

Sebenernya pagi ini badan gue masih lemes banget, gue juga males banget berangkat sekolah, dan dari pada gue di rumah gak ngapa-ngapain mending gue sekolah deh, nuntut ilmu biar jadi orang sukses dan minggat dari rumah ini. Yap!
Si Gea masih gak mau sekolah, jadi gue gak ada tebengan. Waktu gue SMS dia hari ini sekolah apa enggak, dia bilang tanggung. Kampret! Di SMS di bilang gini,

Gw mls ke sklh, Sam. Mau bobocan aja:)) tanggung bgt kn kmrn udh di ijinin ama bokap gak sklh grgr skit. Mumpung surat skitnya berlaku smpe 2hr. hihihihiii *tarik selimut*

Errrrr… Geaaaaaa!!!! Lo jadi temen asli nyebelin banget. terus gue harus naek angkot lagi gitu? Ya iya gitu kayaknya mah….
Setelah semua rapi, seragam dan atributnya, gue berjalan gontai ke lantai bawah. Gue liat nyokap lagi sibuk nyuapin Keysha sarapan di ruang tv. Kalo lo nanya dimana Kak Zeto, yaaah dia lagi molor di kamarnya pasti. Mana mungkin dia bangun pagi-pagi gini.
Jujur, gue males banget mesti pamitan sama nyokap. Tapi mau gimana lagi? Gue sebagai anak yang punya iman tuh mesti hormat sama orangtua. Well, walaupun pamitan gue kedengerannya basi banget.
“Mam, Sam berangkat!” ucap gue datar seraya mencium tangan nyokap gue kilat.
“Hmm.” Hanya gumaman kecil yang gue denger dari jawaban nyokap. Agak sakit sih dengernya, tapi yaudahlah, yang penting gue udah minta izin.

Gue ini kalo di rumah orangnya pendiem, gak mau banyak omong, dan terkesan introvert sama lingkungan sekitar. Tapi berbeda drastis kalo gue udah ada di lingkungan sekolah. Siapa sih yang gak kenal gue?  Sameera Rayya Mayda. Anak yang paling bawel, gak bisa diem, banyak tingkah tapi rajin dan pintar, dan juga paling cuek seantero Lagoon High School.
Yap. Sifat gue berubah begini karna gue gak mau hidup gue gitu-gitu aja. Gak ada manis-manisnya. Biarlah di rumah gue bersikap introvert, asal di luar rumah gue bisa menjadi diri gue yang apa adanya kayak sekarang.
Hari ini gue sengaja bawa Sapphire Blue ke sekolah. Yaa gak buat apa-apa sih, Cuma buat bikin gue semangat aja ngejalanin hari ini. Eh sekalian juga sih, niatnya hari ini gue mau pergi ke Mall sepulang sekolah beli rantai kalung. Buat apalagi kalo bukan buat dipasang di Sapphire Blue gue.
Nah! Berhubung gue udah mau nyampe sekolah, nih batu gue simpen dulu deh di saku baju gue. “Baik-baik yaa disini,” ucap gue sambil mandangin batu Sapphire yang udah masuk ke saku gue.
Ah! Beruntung hari ini gue gak telat lagi kayak kemaren. Soalnya kan gue emang berangkat pagi-pagi sekali. Gue mampir ke kantin dulu buat beli air mineral dan sebungkus roti rasa keju. Setelah gue bayar, gue langsung berjalan menuju kelas sambil makan roti keju gue.
Eh, tumbenan banget nih kelas masih sepi? Cuma ada… OMG. Tuh cowok rajin banget ya, jam segini udah ngejogrok sendirian di kelas sambil maenin iPadnya. Oh iyaaa, gue kan belom bilang makasih ya sama dia kemaren? Bilang sekarang aja apa gimana? Tapi bilangnya gimana?
Gue ngejatohin badan gue di bangku tempat duduk gue dan menaruh botol minum yang dari tadi gue bawa-bawa.
Mmm.. yang enak ngomongnya gimana ya?
Gue sapu mata gue ke sekeliling kelas. Cuma ada gue dan nih cowok doang. Lah, kenapa gue jadi Dag Dig Dug gini? Kan gue Cuma mau bilang “Makasih” bukan bilang “I love you.”
Sam, santai… gue berusaha memotivasi diri gue sendiri.
“Eh, emm,, yang kemaren itu makasih, ya?” Hah! Keluar juga tuh kata-kata walaupun gue ngucapinnya terbata-bata dan gak natap lawan bicara gue, gue sibuk mandangin botol minum yang ada di depan gue sambil sesekali muter-muter nih botol dan terkadang sampe jatoh.
Nih cowok gak ngasih gue respon sama sekali? Ck, ya ampuuunn di malah sibuk maen game. Ish,
Kali ini posisi gue berubah. Sekarang kepala gue, gue telungkupin diatas meja dengan beralaskan tangan kanan gue yang jadi bantalnya. Sekarang posisi gue udah natap nih cowok. Uwowww.. keren juga ya kalo di perhatiin..hehhehe
“Eh… yang kemaren itu makasih yaa,” kata gue lagi sambil narik-narik ujung baju tuh cowok. Dia mulai mengalihkan perhatiannya dari iPadnya dan menatap wajah gue tajam.
“Apa sih lo? iseng banget jadi cewek!” ujarnya ketus.
“Ish, gue mau bilang makasih sama lo.” dia fokus lagi sama gamenya itu dan bergumam gak jelas.
Gue berdecak gak sabaran. “Eh, denger ya! Siapapun nama lo, gue dari tadi bilang makasih sama lo karena lo udah nolongin gue kemaren. Di jawab kek! Sombong banget lo.” aseli, gue yang tadinya ngajak ngobrol santai jadi emosi gini gak ditanggepin.
“Eh, lo budek ya? Lo gak denger tadi gue bilang ‘He-em’? hah?”  Laaah, kok jadi dia yang marah-marah? “Lo gak ngerti kalo ‘He-em’ itu artinya ‘Iya’?” lanjutnya ngebentak-bentak gue.
Abis gue dimamam ama nih Singa. Cari aman deh. “Hehehehe,,” gue Cuma nyengir-nyengir gak jelas nanggepin nih cowok. “Sorry deh sorry… oohh, jadi He-em itu artinya iya? Yaah gue baru tauuuu” kata gue sok polos. Wk
Cowok disebelah gue Cuma ngedengus denger jawaban gue.
“ECIEEEE SAMMYYY SAMA RAZA AKRAB BENERRR?” tiba-tiba Jovanka dateng bareng genk-an nya dan teriak-teriak ciyee ciyee begitu.
Yahhh, mulai deh ngegossipnya-____-
“Eh, siapa juga yang akrab? Gue tau namanya aja enggak!”
Jo nyamperin gue sambil cengar-cengir gaje. “Ekhemm… Yelahh Sam, bukannya kemaren udah kenalan di ruang kesehatan?” tanyanya mengerling nakal ke arah cowok sebelah gue. “Iya kan, Za?”
“Gak…” jawab cowok yang ternyata namanya Raza itu.
“Deeuuuhhh… pake gak mau ngaku lagi. Tadi aja ngobrolnya udah tatap-tatapan mesra begitu,” sindir Lian berlebihan.
Uhukk! Gue batuk-batuk denger sindiran Lian, ngebuat semuanya ketawa ngakak ngeliat gue salah tingkah. Apanya yang mesraaaaaa??? Gak liat apa tadi kita ngomongnya sambil melotot-melototan dan tarik urat kayak gitu?
Baru aja gue mau nanggepin sindirannya Lian, tapi Bu Ambar udah dateng. Semua yang tadinya ngumpul di meja gue langsung pada ngacir ke tempat duduk mereka masing-masing.
Gue bersyukur dan menghela nafas lega. Setidaknya mulut-mulut mereka terdiam beberapa jam karena Bu Ambar langsung ngasih kita kuis. What? KUIS? Ya Allah… baru juga masuk semester baru, masa udah di kasih kuis? Bu Ambar bilang kuis ini cuma buat ngetes apakah pelajaran pas semester satu kemaren masih ada yang nyangkut apa enggak.
Ah, bu! Move on dong bu, move on!!!! Jangan kepikiran semester satu mulu-__-

***
“Nah, ayo anak-anak… waktu kalian sudah habis. Cepat kumpulkan kertas jawaban kalian. Ibu hitung sampai 10 detik. Satuu…”
God! Gue emang minta pertolongan tadi buat nyingkirin para penggossip itu dari hadapan gue. Tapi siapa sangka kalo bala bantuan yang dikirim Tuhan begini?
“Duaaa…” Duh! Bu Ambar berisik banget lagi. Aaaaa… gue lupa rumus ngitung PPh lagi…
“Sam, Sam… pinjem penghapus dong!” suara Devan yang duduk di sebelah gue bikin konsentrasi gue buyar semua. Gue langsung nyari-nyari penghapus gue yang ada di dalam tempat pensil gue. Langsung aja gue lempar tuh penghapus ke meja Devan.
Oke, fokus lagi…
“Limaaa…” lah cepet banget nih Bu Ambar ngitungnya.
Gue langsung protes. “Lah Bu, kok cepet banget sih ngitungnya? Baru juga dua tadi?” protes gue masih sambil sibuk nyoret-nyoret lembar jawaban gue gak nyantai. Yah salah ngitung lagi.
“Van, penghapus gue dong!” seru gue masih tetep fokus ke lembar jawaban gue yang udah hampir selesai. “Van, mana?” tanya gue ke arah Devan yang gak juga ngasih penghapus gue. Gue baru sadar, ternyata seisi kelas semua panik. Ada yang lagi garuk-garuk kepala peke tangan kanannya dan tangan kirinya digunain buat menghitung. Ada yang ngerjain sambil setengah diri dan duduk, nahloh! Gimana dah tuh? Oh, mungkin dia udah mau ngumpulin tapi baru inget ada jawaban yang salah. Ada juga yang ngerjain sambil berjalan ke arah Bu Ambar dengan telapak tangan kiri menjadi alasnya. Dan ada juga yang udah ngumpulin lembar jawabannya ke Bu Ambar kayak si Raza.
“Tadi udah gue lempar Sam. Jatoh ke bawah kali,” ucap Devan kalem. Ah! rese banget nih anak!
Gue nundukkin badan gue ke kolong meja gue, nyari-nyari penghapus gue. Dan gue melihat tuh penghapus ada di pinggiran mejanya Raza.
Hap! Hap! Hap! Hap! Tangan gue yang menjulur ke pinggiran mejanya Raza gak juga bisa menggapai tuh penghapus. Ah! nyusahin nih penghapus.
“Eh, kumpulin lembar jawaban lo. hitungannya udah nyampe sepuluh tuh!” seru Raza yang malah asik perhatiin gue yang lagi sibuk menggapai-gapai penghapus.
“Apa?” gue tersentak kaget pas sadar kalo Raza bilang hitungannya udah sampe sepuluh dan akhirnya kepala gue sukses membentur kolong meja.
Dengan wajah menyedihkan dan meringis kesakitan, gue terpaksa ngumpulin lembar jawaban gue yang belom selesai setengah nomor(?)
Gue balik ke tempat duduk dengan tampang yang emang bener-bener bikin orang rela ngeluarin uang seratus ribu demi ngeliat wajah cerah dan berseri gue.
Gara-gara nyari tuh penghapus gue jadi kejedot begini dan tanpa gue tau ada barang berharga milik gue yang hilang entah kemana….



0 comments:

Post a Comment