SEMBILAN
“Hei, Mel. Bengong
aja lo. Kesambet aja deh baru tau rasa! Mikirin apa sih? Kak Zufar lagi?” Tanya
suara lembut nan halus di sebelah Meilani yang sedang sibuk melamun di bangku
taman belakang sekolah. Sedari tadi, kerjaan Meilani hanya termenung dan
menatap kosong pemandangan di depannya, sehingga membuat Tika —teman barunya di
kelas sebelas menatapnya kasihan.
Sudah hampir tiga
bulan belakangan ini, Meilani selalu saja melamun dan menyendiri di taman
belakang sekolah. Semua orang tau kalau ia sedang kehilangan. Kehilangan
seseorang yang sangat disayangnya, sangat dicintainya dan kini ia sangat
dirindukannya.
Meilani menarik
nafas dalam dan terkesan sangat berat saat menghembuskannya. Hari-harinya kini
ia lewati dengan wajah yang dirundung kesedihan, sehingga orang yang melihatnya
pasti akan merasa terenyuh dan mengasihani nasib dirinya dengan mata yang
berkaca-kaca.
Ah, ya. Tuhan memang
pintar memainkan emosi setiap makhluk-makhluknya. Tuhan selalu tahu akan
membawa makhluk paling sempurnanya pada kesedihan setelah kebahagiaan telah
dirasakannya, begitu pula sebaliknya. Tuhan selalu punya waktu yang tepat untuk
menyadarkan makhluknya bahwa diri-Nya lah penguasa di jagat raya ini, diri-Nya
lah sang sutradara sekaligus penulis skenario kehidupan yang paling hebat. Tak
ada yang dapat menyanggah-Nya.Semua kehidupan makhluknya sudah diatur dengan
baik oleh-Nya.Termasuk hidup dan mati seseorang.
Dan kini, setelah
kematian Zufar tiga bulan yang lalu, membuat begitu banyak kenangan dan duka
yang dirasakan Meilani.Untuk kedua kalinya ia merasakan ditinggal oleh orang
yang ia sayang pergi ke syurga. Dulu mamanya, dan sekarang Zufar
—pacarnya.
Sangat sangat
terpukul akan kepergian Zufar, hingga membuat Meilani hampir merasa ingin
menyusul kedua orang itu ke syurga. Tapi akal dan imannya masih bersama dirinya
sehingga ia tahu kalau ia menyusul mereka ke syurga dengan cara bunuh diri,
maka akan sia-sia.
Ah, terlalu lama
terpuruk dengan takdir yang dijalaninya, sampai membuat Meilani menutup mata
pada orang-orang yang masih sayang padanya. Masih ada papanya dan
sahabat-sahabat yang selalu setia menghiburnya, bukan?
Meilani tersenyum
miris.Ya, semua orang tahu bahwa sangat sulit ketika kita harus mengikhlaskan
seseorang untuk pergi –selamanya- dari hidup kita, sedangkan orang itu telah
membuat hari-hari kita penuh warna, canda, tawa dan kasih sayang.Butuh
ketegaran jiwa dan batin untuk melakukan itu semua.Dan… ya, Meilani sedang
berusaha melakukannya.
“Gue kangen banget,
Tik, sama dia..” bisik Meilani terdengar sangat parau. Lagi-lagi hatinya rapuh,
lagi-lagi hatinya tersayat saat mengucapkan kata ‘kangen’ untuk Zufar. “gue
sedih. Seharusnya dia sekarang lagi sibuk nyari universitas yang bagus, yang
bisa jadi jembatan buat dia mewujudkan cita-citanya.Tapi boro-boro dia sibuk
nyari universitas, ikut ujian nasional aja dia… dia tuh gak sempet,
Tik.”Meilani berucap dengan tersendat-sendat. Bibirnya bergetar saat ia
menyuarakan suaranya.
“Ssssttt… jangan
ngomong gitu, Meilani… Gue yakin kok, kak Zufar disana udah tenang, udah
bahagia, asal lo disini juga udah ikhlasin dia pergi.Berapa kali gue harus
bilang kayak gitu ke elo?” ucap Tika berusaha menenangkan Meilani.Sejak
meninggalnya Zufar saat ‘kejadian’ waktu itu, hanya Tika lah teman barunya yang
masih setia di sampingnya, menenangkannya. Sedangkan Rere, ia memutuskan untuk
pindah sekolah karena tak kuat berada di tempat yang menurutnya adalah tempat
sial, tempat terjadinya malapetaka itu, tempat terjadinya pertumpahan darah
sang kakak. Dan ia merasa muak dengan Meilani –yang menurutnya- menjadi
penyebab sang kakak meninggal dan pergi selamanya. Ia membenci Meilani.
Menurutnya Meilani lah satu-satunya orang yang patut dipersalahkan akan
kematian kakaknya.
Padahal, tidak.Itu
hanya salah paham. Rere tak mengerti apa yang terjadi pada saat itu. Ia bahkan
tak mau mengerti. Karena menurutnya, apa yang dilihatnya, itulah alasannya,
itulah penyebabnya.
**
Sewaktu mereka
memperlihatkan hubungan mereka –untuk pertama kalinya- di sekolah, tak ayal
membuat heboh seluruh penghuni LHS.Ada yang pro bahkan juga ada yang kontra
dengan hubungan baru pasangan itu.Untuk yang pro, sudah pasti mereka yang
menginginkan kedua orang ini bahagia atas apa yang mereka pilih dan mereka
jalani. Sedangkan yang kontra, sudah pasti kebanyakan dari mereka yang iri akan
keberuntungan Meilani —sudah pasti mereka para cewek-cewek LHS—yang berhasil
menakhlukan hati sang penguasa LHS, ataubahkan ia yang diam-diam berkedok pada
asumsi bahwa Meilani pasti akan menjadi incaran musuh Zufar yang berkeliaran di
luar sana, padahal jauh dalam hatinya, mereka juga iri terhadap Meilani.
Bahkan, Rere yang
pertama kali mengetahui kabar bahagia ini pun turut merasakan kebahagiaan yang
sama. Ia sangat senang saat Meilani dengan malu-malu mengakui bahwa mereka kini
berpacaran. Yaa, walaupun pada awalnya Rere merasa dikhianati dua orang itu
–karena menyembunyikan kedekatan mereka, tapi akhirnya Rere menerimanya dengan
lapang dada, dengan teriakan kebahagiaan yang meluap dari dalam hatinya.
“Demi apa lo jadian
sama kakak gue??? Kok bisaaa???Kapan kalian deketnyaaa??!”Tanya Rere dengan
lengkingan keras dari suara cemprengnya.Menggema di seluruh penjuru
kelas.Secepat kilat Meilani membekap mulut Rere yang sudah seperti ember pecah.
“Jangan
kenceng-kenceng teriaknya Rere…” desis Meilani panik.
“Ya lagian lo
tau-tau ngasih kabar kayak gini. Gue shock tau! Gue kan gak pernah liat lo
akrab sama kakak gue, Mel,” tutur Rere dengan tatapan tajam dan mengancam. “sekarang
ceritain sedetail-detailnya gimana awal pertemuan kalian, pendekatannya juga,
nah, sama yang terpenting bagian pas kakak gue nembak lo. Cepet cerita!” dan
mengalirlah cerita dari mulut Meilani dengan wajah yang merah merona serta
tangan yang berkeringat saking gugupnya.
Seperti itulah saat
dimana Meilani baru saja memulai kehidupannya dengan penuh warna.Dengan cinta
kasih yang disuguhkan setiap harinya oleh pacar barunya. Zufar.
Dan kini, sudah
tujuh bulan sejak saat Meilani menerima Zufar sebagai pacarnya.Selama itu pula
Zufar selalu ada di sisinya, menemaninya. Dari mulai berangkat sekolah, pulang
sekolah, bahkan mengantar Meilani kemanapun ia mau.
Zufar sangat
perhatian dan dia sangat posesif terhadap Meilani.Demi keselamatan dan
kebahagiaan cewek itu pastinya.Zufar tahu berita bahwa dirinya sudah mempunyai
pacar sudah tersebar luas di seluruh penjuru sekolah. Dan tidak menutup
kemungkinan musuh-musuhnya pun di luar sana juga ikut mengetahuinya. Untuk
itulah ia selalu berusaha menjaga Meilani.
Tapi setiap manusia
pasti punya kelemahan dan pasti ada saat dimana ia mulai lengah akan sesuatu
yang tengah dijaganya. Seperti Zufar yang kali ini lengah menjaga Meilani yang
ingin pulang sekolah dengan segera, padahal dirinya sedang mengikuti pendalaman
materi menjelang UN.
Zufar tak
mengizinkan Meilani untuk pulang tanpa dirinya atau malah hanya sendiri —tanpa
ada yang menemani. Tapi Meilani yang tak menghiraukan Zufar, ia tetap
bersikukuh untuk pulang sendiri, dengan angkutan umum. Entah kenapa ia
hari ini ingin sekali cepat kembali ke rumah. Padahal biasanya Meilani akan
dengan setia menunggu Zufar untuk mengantarnya pulang. Sesibuk apapun Zufar,
pasti dengan sabar Meilani akan menunggunya. Tapi kini matanya tidak bisa
diajak kompromi.Ia ingin memejamkan matanya sejak bel jam pelajaran terakhir
berdering.
Meilani mulai tak
sabaran saat sedang menunggu angkutan umum di halte tempat –dulu biasanya ia
menunggu, karena angkutan umum yang sedari tadi ia tunggu tak juga kunjung
datang, akhirnya ia memutuskan untuk berjalan kaki menelusuri panjangnya
trotoar di tepi jalan.
Meilani berjalan
dengan terkantuk-kantuk di sepanjang trotoar sambil sesekali kepalanya menengok
ke belakang.Melihat apakah angkutan yang ditunggunya sudah dekat.Tapi tak ada
satu angkutan pun yang terlihat bahkan lewat di depannya.Apasemua angkot lagi
pada demo yaa? tanya Meilani dalam hati.
Punggung Meilani
menegang saat dirasanya handphone di dalam saku bajunya bergetar.
Mati gue! Pasti
preman hutan nih…
“Dimana lo?” desis
Zufar diseberang sana. Kalau didengar dari suaranya yang berat dan tak ada
basa-basi, sudah pasti Zufar sedang marah kepadanya.
“Eh… ini… anu…”
“Dimana?! Jangan
ini, anu, ini, anu aja Meilani…”
“I-iyaa, anu, eh,
ini gue lagi di jalan.”Meilani menjawab takut-takut. Hah! Celaka dua belas!
“Dijalan mana?”
sentaknya.
Meilani sekilas
menengok ke belakang. “Umm..belom jauh dari halte kok.”
“Oke, stop disitu
sekarang.Tunggu sebentar.Dan cari tempat adem, jangan panas-panasan!” titahnya
tak dapat dibantah.
“Kenapa emangnya
kalo nunggu di tempat panas?” tanya Meilani heran.
“Nanti takutnya
cinta lo ke gue meleleh.”Tuuuuttt… panggilan langsung diputus oleh Zufar.
Meilani makin
mengernyitkan keningnya.Apa tadi katanya? Takut cinta gue meleleh?
“Hahahaha…” tawa
Meilani meledak membahana saat ia sudah bisa memproses kalimat Zufar di akhir
telepon tadi. “emangnya cinta gue kayak coklat bisa meleleh… kalo rasanya sih,
pasti lebih manislah daripada coklat… hahaha.”
Diseberang jalan,
Meilani melihat ada tukang es potong kesukaannya.Ia berniat untuk membelinya
terlebih dahulu. Tidak akan lama. Lagi pula Zufar pasti akan menemukannya
sebentar lagi. Tepat setelah ia selesai membeli es potong, Zufar muncul dengan
Ninja hijaunya tak jauh darinya saat ia ingin kembali menyebrang jalan.
Tak diduga, di
belakang Zufar melaju dengan sangat kencang mobil sport berwarna hitam —dengan
body yang lumayan besar.Niatnya pengendara mobil itu hanya ingin menyerempet
Meilani yang terlihat sedang berjalan sendiri, tanpa pengawalan Zufar. Dan
kejutaaaann… saat sang pengendara mobil itu melajukan mobilnya, saat itu pula
Zufar muncul di tengah jalan dengan motor kesayangannya.
Merasa target yang
baru saja muncul lebih menggiurkan dari yang sebelumnya, Oscar –si pengendara
mobil sport hitam itu merubah target incarannya. Ia ingin menyerempet motor
Zufar hingga jatuh terpental bermeter-meter di jalan.
Dengan memicingkan
mata birunya dan menginjak pedal gas sekuat yang ia bisa, Oscar melakukan niat
jahatnya dengan sempurna. Bagian belakang motor Zufar ditabraknya keras-keras
hingga sang pengendara terpental jauh, sedangkan motornya terseret di sepanjang
jalan. dan setelah melakukan aksinyanya ia melarikan diri dari tempat kejadian.
Tawanya keras membahana di dalam mobilnya yang memang di desain sangat sporty
itu.
“Gotcha!” teriaknya
puas.
Meilani berdiri
mematung melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Dengan mata
telanjangnya, ia melihat pacarnya sendiri menjadi korban tabrak lari. Ditabrak
dengan sangat keras sehingga membuat Zufar terlempar sejauh 7 meter.Hanya 2
langkah dari hadapannya sekarang.Helm yang dipakainya bahkan sampai pecah, dan
hampir terbelah.Dan yang lebih mengerikan lagi, ruas telapak tangan telah
berputar ke atas karna pada saat terhempas ke tanah, Zufar menahan berat
tubuhnya dengan telapak tangannya.Sehingga membuat telapaknya patah.Dengkul
kanannya pun terlihat sedikit membengkok.Sepertinya juga patah.
Sadar dari
kebekuannya, Meilani langsung melompat menghampiri Zufar.Ya Tuhan… banyak
sekali darah yang mengalir dari kepala Zufar saat Meilani membuka helmnya.
Dengan tangisan
histeris, Meilani menaruh kepala Zufar yang berlumuran banyak darah di
pangkuannya. Rok kotak berwarna abu-abunya kini mulai menyerap darah segar dari
kepala Zufar yang tanpa henti mengeluarkan darah.
“Ya Tuhan… kak
Zufaaaarrrr.”
**
Tika merangkul
Meilani kembali. Sungguh ia pun sudah tak kuat jika Meilani terus-terusan
mengingat kejadian mengerikan itu. Ia ingin Meilani tak hanya mengenang
kejadian yang paling buruk itu, antara Meilani dengan Zufar, sedangkan masih
ada banyak kenangan yang lebih manis yang pernah mereka lalui saat bersama.
“Meilani, c’mon… lo udah janji sama gue dan orang-orang yang sayang sama lo,
kalo lo gak bakalan terpuruk lagi kan?”
“Susah, Tika… gue
udah coba. tapi setiap gue coba, setiap itu juga gue terpuruk lagi…” isak
Meilani. Dengan sabar, Tika mengusap-usap punggung belakang Meilani.Menenangkan
emosinya yang mulai terpancing lagi.
“Gara-gara gue, dia
gak bisa ngedaki gunung Jaya Wijaya. Destinasi impiannya, Tik…”
**
“Mel, tau gak gue
punya berita apa?” tanya Zufar pada Meilani yang saat itu sedang menunggu
ekskul Pecinta Alam dimulai. Mereka memanfaatkan waktu luang tersebut untuk
berduaan di atap gedung LHS —yang memang dijadikan basecamp untuk komunitas
Pecinta Alam.
“Paling gak
jauh-jauh dari petualangan. Iya kan? Hutan mana lagi yang mau ditelusurin?Atau…
gunung mana lagi yang mau di daki?”Meilani menyatukan alisnya.
Zufar tersenyum
lebar dan mengacak-acak poni Meilani yang terlihat sangat menggemaskan di
matanya.“Yap!Tapi kali ini lebih-lebih istimewa,” ucapnya misterius. “nanti
setelah UN, gue bisa ngedaki puncak Carstenz di Gunung Jaya Wijaya! Ah, seneng
banget coba bayangin, puncak Carstenz tuh impian semua traveler buat
menginjakan kakinya disana.”
“Oohh… puncak
Carstenz tuh yang ada es abadinya kan, ya?” tanya Meilani mulai tertarik.Sejak
berpacaran dengan Zufar yang doyan berpetualang, Meilani sering mencari tahu
berbagai tempat destinasi yang paling bagus dan paling diminati para
traveler.Ia ingin mengimbangi alur pembicaraan Zufar saat bercerita tentang
berbagai macam pengalamannya saat berpetualang.
“Iya. Keren, kan?”
“Whoa… mau ikut dong
gue, kaaak…” rengek Meilani mencoba untuk membujuk Zufar agar mengajaknya.
Zufar menggelengkan kepalanya,
“No way.Destinasi
yang ini tuh cuman buat yang udah professional.Dibutuhkan waktu tiga bulan buat
nyiapin diri ngedaki puncak Carstenz. Lagi pula emangnya lo udah dapet izin
dari Menpora, Mentri Kehutanan, Pariwisata sama Kepolisian?”
“Enggak sih, tapi
gue pengeeennn..lo kan bisa mintain izin ke Menpora dan Mentri-mentri itu buat
gue, kak,” bujuk Meilani.
“Meilaniku
sayaaangs, buat ikutan kemping di Gunung Salak kemaren aja lo gak boleh sama Om
Tyo. Gimana iniiii? Yang perjalanan kesananya aja makan waktu 2 minggu
—kalo dari Jakarta.”
“Pelit masa pacarnya
sendiri gak boleh ikut.”
“Bukannya pelit.
Disana banyak jurang, ntar kalo lo jatoh ke jurang siapa yang mau nolongin
coba?”
“Ya elo lah yang
nolongin gue… lagian juga gue udah pernah sih, yee..jatoh dari jurang,” kata
Meilani mengejek. “terus elo nolongin gue waktu gue jatoh ke jurang.”
“Jurang mana?”
“Jurang cintamuuu…
hahahaha.”
**
“Udah, Mel… ini
semua tuh udah jalannya. Udah takdirnya…” lagi-lagi hanya itu kata-kata yang
dapat diucapkan oleh Tika. Sudah puluhan bahkan ratusan kali ia menasihati
Meilani agar tak terpuruk lebih dalam lagi. Tapi apa mau dikata? Sangat susah
membuat Meilani move on dari kesedihan dan keterpurukannya.
Meilani hanya
mengangguk pasrah.Ia tahu, tak akan orang yang bisa merasakan kesedihannya
selain dirinya sendiri. Semua orang hanya dapat memberikannya semangat dan
penghiburan yang sama. Tak ada pengaruh besar untuk menghilangkan
kesedihannya.
Tika tersenyum tipis
pada Meilani. “ya udah, yuk, kita balik ke kelas. Udah bel masuk nih!”
___***___***___***___
Saat memasuki kelas,
Tika dan Meilani langsung mengambil duduk di tempat duduk mereka yang biasa
dengan tas mereka yang sudah bertengger di tempat masing-masing. Tak dihiraukan
Meilani tatapan Altan yang menajam padanya.
Ya, mereka kali ini
dipersatukan lagi di kelas yang sama. Sejak kejadian perdebatan yang berujung
pengusiran di mobil Altan serta resminya Meilani menjadi pacar seorang Zufar,
Altan tak lagi mengganggu Meilani secara terang-terangan. Karena ia merasa
bersalah pada Meilani, ia mulai menjaga jarak pada Meilani.
Ia membiarkan
Meilani merasakan kebahagiaan yang dapat dilihat dari senyum lebar Meilani dan
matanya yang tiap hari selalu bersinar cerah.
Sejak saat itu pula
Altan mulai bergonta-ganti pacar setiap dua bulan sekali.Sehingga dinobatkanlah
dirinya sebagai playboy paling cetarrrr membahana di LHS.Saat itu Altan hanya
ingin mengalihkan perhatiannya dari Meilani. Jauh dari dalam dirinya, ia
benar-benar sangat cemburu melihat Meilani dengan mesranya jalan bergandengan
tangan dengan Zufar. Jika ia bertangan dingin, ingin sekali rasanya mematahkan
tangan Zufar yang berani-beraninya merangkul pundak Meilani. Tapi ditahannya.Ia
tak ingin Meilani beranggapan bahwa dirinya seorang perusak kebahagian orang
lain. Cukup sudah pengakuan Meilani saat itu bahwa Meilani membenci
dirinya.Bahwa Meilani lebih menginginkan Zufar dibandingkan dirinya. Sehingga
ia benar-benar menguatkan dirinya dan hatinya untuk membiarkan Meilani
tersenyum bahagia, meskipun bukan karena dirinya.
Hingga akhirnya
kecelakaan yang menimpa Zufar tiga bulan yang lalu, yang menyebabkan orang itu
meninggal, membuat Altan kembali bertekad untuk membuat Meilani ingat kembali
pada dirinya.Butuh waktu yang lebih panjang memang untuk membuat Meilani
menghiraukan dirinya lagi.Ia tahu betul Meilani saat ini masih sangat
terguncang batinnya karena hal itu. Tapi dengan keyakinan yang kuat dari dalam
hatinya, Altan akan mencoba.
Tak akan
dibiarkannya lagi Meilani jatuh kepelukan orang lain. Hanya dirinyalah
satu-satunya raga yang akan dipeluk Meilani. Ya, hanya dia.
Dengan mudah Altan
memindahkan dirinya ke tempat duduk di depan Tika —yang duduk di sebelah
Meilani. Ia ingin lebih dekat dengan Meilani. Ia ingin mencoba membuat Meilani
melihat dirinya. Membuat Meilani tahu bahwa dirinya ada hanya untuknya.
Ia harus menemukan
strategi agar Meilani tak lagi dingin padanya. Ia harus meluluhkan Meilani.
Tika menegakkan
tubuhnya saat Altan pindah di depannya. Perasaan wanitanya muncul dengan
gembira saat seorang yang sangat sangat digilai di sekolahnya kini berada tepat
di depannya. Sama seperti cewek-cewek kebanyakan yang akan sangat gembira jika
mereka bisa sedekat ini dengan sang Don Juan. Ia beranggapan bahwa Altan akan
melakukan Pedekate dengannya, karena usut punya usut, hubungan Altan dengan
Resha anak kelas Sebelas Bahasa sudah mulai merenggang. Itu artinya Altan dan
Resha sebentar lagi akan putus. Dan itu artinya lagi, tidak menutup kemungkinan
Altan akan mengincarnya.
Walaupun tahu bahwa
Altan adalah seorang playboy yang paling keren, tetap saja banyak cewek-cewek
yang dengan senang hati menjadi mainan Altan. Seperti ada rasa bangga pada diri
mereka jika mereka sudah pernah berdekatan dengan Altan apalagi berpacaran
dengannya. Setiap cewek-cewek yang sudah pernah berdekatan dengan Altan, mereka
dengan pongahnya akan menceritakan bagaimana bahagianya perasaan mereka, betapa
perhatiannya Altan pada mereka, betapa tak akan memalukannya jika mereka
membawa Altan ke pesta-pesta.
Sungguh mereka akan
berlomba-lomba mencari perhatian Altan yang terkenal sangat dingin dan sangat
emosian itu.
Tika tersenyum lebar
saat Altan menengokkan kepalanya ke belakang. Tapi tatapan Altan jatuh pada
Meilani yang masih sibuk melamun. Kemudian ia melirik sekilas ke arah Tika lalu
menghadap kembali ke depan.
Bukan main
senangnya, Tika sampai terpana saat tadi Altan meliriknya. Ia langsung
menggenggam tangan Meilani erat-erat, sampai Meilani melirik ke bawah –dimana
tangannya sedang digenggam, lalu mengernyitkan dahinya. Heran.
“Tadi Altan nengok
ke sini loh, Mel!” bisik Tika. Begitu sangat excited. Meilani mencoba melirik
ke depannya. Melihat Altan dengan tenangnya sedang duduk di depan bangku mereka.
Meilani memundurkan
kepalanya. Kernyitan di dahinya semakin banyak disana. ia heran mengapa Tika
sampai sebegitu senangnya Altan duduk di depannya sekarang. Apa bagusnya? Apa
istimewanya?
“Lebay ah,” cibir
Meilani yang tak terlalu excited dengan keberadaan Altan. Lagian
ngapain sih nih orang pake pindah-pindah ke sini segala, gumam Meilani
dalam hati.
Tika memanyunkan
bibirnya. Dia salah orang! Harusnya dia gak ngasih tau Meilani kalo Altan tadi
melirik ke arah mereka. Dia tau banget riwayat hidup Altan dan Meilani semenjak
sekolah di LHS. Gak ada akur-akurnya sama sekali! Pantas saja Meilani tidak
begitu se-excited dirinya. Huh!
___***___***___***___
“Eh, siapa deh nama
lo? Tika ya? lo ada pulpen lagi gak? Punya gue tintanya bocor nih. Ada gak?”
tanya Altan pada Tika yang sedang sibuk mencatat ringkasan di buku paketnya.
Tika melongo sebentar lalu digantikan dengan kepanikan yang berlebihan.
“Hah?! Eh, ada gak
ya? Sebentar!” ucapnya sambil mengaduk-aduk tempat pensil pink berbulunya.
Mengeluarkan semua isinya yang ada disana. Mulai dari hapusan, pensil yang
sudah tumpul, minyak wangi, lip gloss –beraneka rasa, 2 buah eyeliner, gunting
kuku, dan… kutek. Oh my God! Gak ada sama sekali pulpen di dalam sana.
Tika meringis
menyadari kebodohannya. Ia lupa, pulpen yang digenggamnya pun hasil pinjeman
dari Meilani. Sekarang dia sok-sok-an mau minjemin. What a stupid you
are, Tika! Makinya dalam hati.
Tika memberikan
pulpen satu-satunya yang ada digenggamannya. Memberikannya kepada Altan dengan
cengiran lebar. “Heee… pake yang ini aja deh, Al.”
“Lo pake yang mana?”
tanya Altan dengan menaikkan alis kanannya.
“Gue… gue bisa
pinjem ke Meilani kok,” kata Tika meyakinkan Altan kalau dirinya masih bisa
mendapatkan pulpen lain, asalkan pangeran yang satu ini senang. Ouch!
Altan melirik
Meilani yang tidak begitu perduli dengan percakapan yang terjadi diantara dia
dengan Tika. Diam-diam Altan mendengus. Pasti ngelamunin si Zufar Zufar
itu deh.
“Yaudah thanks..”
“Eh, iya, tapi ntar
balikin ya, itu punya Meilani soalnya,” pesan Tika dengan cengiran yang
memalukan.
Altan hanya
membalasnya dengan gumaman tak jelas.
**
Pintu berwarna
cokelat terang itu diketuk dengan bunyi yang teratur. Sesekali tamu itu
memencet bel yang bertengger di pinggiran atas pintu. Masih terus melakukan
ritual yang sama, sampai orang yang ada di dalam rumah itu membukakan pintu
lalu kepalanya melongok keluar.
“Nak Zufar? Ada apa
ya?” tanya sang pembuka pintu —yang ternyata adalah Tyo, papanya Meilani. Ia
mengernyitkan dahinya saat dilihat Zufar membawa ransel besar yang disampirkan
di punggungnya. Lengkap dengan tikar yang dipakai untuk berkemah.
“Ini Om, Meilani
bilang dia gak boleh ikut kemah di gunung Salak ya, Om? Izinin dong, Om.
Please…” bujuk Zufar. Seharusnya ia dan teman-teman se-ekstrakulikulernya sudah
berangkat sejak siang tadi menuju Bogor, tapi karena Meilani tak kunjung datang
dan tak memberikan kabar akan kedatangannya —bahkan Zufar sudah berkali-kali
membombardir Meilani dengan jutaan pesan singkat dan telepon, tetap saja
handphone milik pacarnya itu tak menunjukan kehidupan. terpaksa Zufar melepas
rombongannya untuk berangkat terlebih dulu. Ia memutuskan untuk menunggu
Meilani di sekolah.Mungkin dalam perjalanan, pikirnya saat itu.
Selama pergantian
siang hingga sore menjelang Zufar dengan setia menunggu Meilani datang ke
sekolah, hingga saat ia ingin menjemput Meilani, barulah ia memberikan kabar
melalui SMS bahwa dirinya tak diizinkan pergi berkemah oleh papanya. Dengan
cepat Zufar pergi menyambangi rumah Meilani lengkap dengan barang bawaan
berkemahnya.
Dan disinilah dia
berada. Di rumah asri milik Meilani sekeluarga. Dengan taman kecil di depan
rumah berhiaskan bunga-bunga mawar putih dan kolam ikan menyempil di pojokan
taman. Dan ia sudah sering berkunjung ke rumah ini. Mengantar Meilani ke
sekolah ataupun pulang sekolah.
“Begini, nak.
Bukannya om mau melarang, tapi om khawatir. Meilani itu kesehatannya sekarang
suka naik turun. Om takut penyakit lamanya kambuh lagi,” kata Tyo dengan cemas.
“om tau sekarang dia lagi menyibukkan diri sama kegiatan barunya, om gak larang
selama om masih bisa ngawasin dia. Tapi untuk keluar kota, apalagi menginap di
alam terbuka, om masih belum percaya kalo dia akan baik-baik saja nanti.”
“Meilani punya
penyakit… lama? Apa itu, Om?”
Tyo mengangkat
bahunya. “Dulu dia pernah kecelakaan, sampai harus di operasi di bagian kepala.
Dan kalo dia kecapekan, dia suka pusing dan migrain. Malah seminggu yang lalu,
om nemuin dia lagi ngeringkuk di kasur dan mengerang kesakitan di kepalanya.”
Zufar tau itu.
Seminggu yang lalu Meilani memang terlihat tidak fit. Mukanya agak pucat dan
terlihat lesu. Saat ditanya, ia bilang tidak apa-apa dan berusaha untuk
terlihat segar. Percuma karena Zufar tahu apapun gelagat Meilani di depannya.
“Oh, trus Meilaninya
mana ya, om?”
Tyo mengusap
wajahnya frustasi dengan kedua telapak tangannya. Sepertinya sangat lelah.
“Dari kemaren ngambek sama om. Dia gak mau keluar kamar. Gak mau makan juga,
Far,” keluh Tyo.
“Ya ampun, pantesan
dari semalem handphone-nya mati. Umm.. kalo gitu saya boleh pinjem halaman
belakang rumah, Om?” tanya Zufar.
“Buat apa?”
“Saya mau ajak
Meilani kemping di taman belakang aja deh. semoga dia gak ngambek lagi.”
“Oh, ya ya.. boleh,
silahkan! Terima kasih ya, nak, sudah mau mengerti Meilani,” kata Tyo penuh
rasa terima kasih.
“Mel… Mel… buka
pintunya dong. Ini gue Zufar,” teriak Zufar di depan pintu kamar Meilani. Ia
langsung berlari ke kamar Meilani setelah ia selesai memasang peralatan
berkemahnya di belakang rumah Meilani. Dengan bantuan Tyo, Zufar menyulap
halaman belakang menjadi tempat berkemah sederhana. Ada dua tenda terpasang
disana, tumpukan kayu kering untuk api unggun, dan tikar lembut berwarna biru
tua digelar disana. Tak sampai 10 menit tempat itu sudah bisa digunakan.
Dengan gerakan cepat,
pintu dibuka dari dalam. Menampakkan sosok Meilani yang terkejut melihat Zufar
berdiri di depan pintu kamarnya.
Dilihat dari atas
sampai bawah, Zufar mengenakan kaos putih polos dibalut dengan jaket hijau tua
yang pas tersampir di kedua pundaknya, celana jeans selutut, lalu sneakers
putih di kakinya. Sangat-sangat casual.
Meilani melongo.
Bukannya Zufar sudah berangkat berkemah tadi siang?
“Kak, lo ngapain
disini?” tanyanya heran.
“Kita kan mau akad
nikah sekarang, Mel. Lo lupa?” jawab Zufar dengan intonasi nada yang sangat
serius.
“HAH?!!!” pekik
Meilani.
“Hah-hoh-hah-hoh,
aja. Ayok ikut gue.” Zufar menarik tangan Meilani dengan lembut. Menuntunnya
menuruni tangga.
“Jangan becanda deh,
kak. Akad nikah, akad nikah… lo pikir gue mau nikah sama lo,” sungut Meilani.
Walaupun mereka berpacaran, tetap saja mereka masih
suka berdebat.
Zufar berhenti di
tengah-tengah tangga. “jadi lo gak mau? Yaudah naik lagi sana ke atas.”
“yah, ngambek.
Keceplosan itu kak, eh, becanda ituuu…” ralat Meilani cepat saat Zufar
memelototinya saat ia bilang keceplosan. Serem euy dipelototin preman
hutan, batin Meilani bergidik.
“Ya makanya jangan
banyak tanya. Abis liat ini, asti lo langsung ngemis-ngemis mau akad nikah sama
gue,” ujar Zufar misterius sambil terkekeh geli mendengar perkataannya sendiri.
“Taruhan?” tantang
Meilani.
“Oke. Kalo lo suka
sama kejutan gue, lo harus akad nikah cuma sama gue. Kalo lo gak suka, kita
tetep akad nikah, tapi setelah gue ganti kejutan gue. Gimana?”
“untungnya buat gue
apaan? Masa gak adaaa?” sungut Meilani. Apa-apaan Zufar?! Masih sekolah mau
akad-akad-an segala-_-
“Ya lo pilih taruhan
lo sendiri dong.”
“Hmm… gue mau…”
**
“Mel, Mel, woy!” panggil
Tika sambil mengguncang-guncangkan pundaknya. Kembalilah Meilani ke dunia
aslinya.
“Hah? Apa?” tanyanya
panik.
“Ih, budek nih!
Makanya jangan ngelamun mulu.” Tika bersungut-sungut. “gue mau pinjem pulpen
lagi dong?!”
“Lah, yang tadi lo
pake mana?”
“Gue pinjemin ke
Altan,” jawabnya dengan cengiran bodohnya.
Meilani melirik
Altan, lalu memicingkan matanya. “kenapa dipinjemin ke dia?” desis Meilani
dengan mata melotot tajam pada Tika.
“Ya, abisnya pulpen
dia tintanya abis. Tadi dia minjem sama gue, tapi kan lo tau isi tempat pensil
gue kebanyakan alat make-up,” terang Tika sambil meringis.
“Bodo. Salah sendiri
udah gak punya pulpen sok-sok minjemin orang. Gue gak ada lagi!” kata Meilani
acuh.
Tika memajukan bibirnya.
Merutuki Meilani yang terlalu sensitive pada Altan. “Yaah, Mel…”
“Lo yang pinta
pulpennya baik-baik ke dia sekarang atau gue rebut paksa dari dia nih?” kata
Meilani mengajukan dua pilihan pada Tika.
“Hah?!”
**TEBECE**
0 comments:
Post a Comment