Thursday, December 6, 2012

Fall For You (Chapter 9)



SEMBILAN


“Hei, Mel. Bengong aja lo. Kesambet aja deh baru tau rasa! Mikirin apa sih? Kak Zufar lagi?” Tanya suara lembut nan halus di sebelah Meilani yang sedang sibuk melamun di bangku taman belakang sekolah. Sedari tadi, kerjaan Meilani hanya termenung dan menatap kosong pemandangan di depannya, sehingga membuat Tika —teman barunya di kelas sebelas menatapnya kasihan.


Sudah hampir tiga bulan belakangan ini, Meilani selalu saja melamun dan menyendiri di taman belakang sekolah. Semua orang tau kalau ia sedang kehilangan. Kehilangan seseorang yang sangat disayangnya, sangat dicintainya dan kini ia sangat dirindukannya.

Meilani menarik nafas dalam dan terkesan sangat berat saat menghembuskannya. Hari-harinya kini ia lewati dengan wajah yang dirundung kesedihan, sehingga orang yang melihatnya pasti akan merasa terenyuh dan mengasihani nasib dirinya dengan mata yang berkaca-kaca.

Ah, ya. Tuhan memang pintar memainkan emosi setiap makhluk-makhluknya. Tuhan selalu tahu akan membawa makhluk paling sempurnanya pada kesedihan setelah kebahagiaan telah dirasakannya, begitu pula sebaliknya. Tuhan selalu punya waktu yang tepat untuk menyadarkan makhluknya bahwa diri-Nya lah penguasa di jagat raya ini, diri-Nya lah sang sutradara sekaligus penulis skenario kehidupan yang paling hebat. Tak ada yang dapat menyanggah-Nya.Semua kehidupan makhluknya sudah diatur dengan baik oleh-Nya.Termasuk hidup dan mati seseorang.

Dan kini, setelah kematian Zufar tiga bulan yang lalu, membuat begitu banyak kenangan dan duka yang dirasakan Meilani.Untuk kedua kalinya ia merasakan ditinggal oleh orang yang ia sayang pergi ke syurga.  Dulu mamanya, dan sekarang Zufar —pacarnya.

Sangat sangat terpukul akan kepergian Zufar, hingga membuat Meilani hampir merasa ingin menyusul kedua orang itu ke syurga. Tapi akal dan imannya masih bersama dirinya sehingga ia tahu kalau ia menyusul mereka ke syurga dengan cara bunuh diri, maka akan sia-sia.

Ah, terlalu lama terpuruk dengan takdir yang dijalaninya, sampai membuat Meilani menutup mata pada orang-orang yang masih sayang padanya. Masih ada papanya dan sahabat-sahabat yang selalu setia menghiburnya, bukan?

Meilani tersenyum miris.Ya, semua orang tahu bahwa sangat sulit ketika kita harus mengikhlaskan seseorang untuk pergi –selamanya- dari hidup kita, sedangkan orang itu telah membuat hari-hari kita penuh warna, canda, tawa dan kasih sayang.Butuh ketegaran jiwa dan batin untuk melakukan itu semua.Dan… ya, Meilani sedang berusaha melakukannya.

“Gue kangen banget, Tik, sama dia..” bisik Meilani terdengar sangat parau. Lagi-lagi hatinya rapuh, lagi-lagi hatinya tersayat saat mengucapkan kata ‘kangen’ untuk Zufar. “gue sedih. Seharusnya dia sekarang lagi sibuk nyari universitas yang bagus, yang bisa jadi jembatan buat dia mewujudkan cita-citanya.Tapi boro-boro dia sibuk nyari universitas, ikut ujian nasional aja dia… dia tuh gak sempet, Tik.”Meilani berucap dengan tersendat-sendat. Bibirnya bergetar saat ia menyuarakan suaranya.

“Ssssttt… jangan ngomong gitu, Meilani… Gue yakin kok, kak Zufar disana udah tenang, udah bahagia, asal lo disini juga udah ikhlasin dia pergi.Berapa kali gue harus bilang kayak gitu ke elo?” ucap Tika berusaha menenangkan Meilani.Sejak meninggalnya Zufar saat ‘kejadian’ waktu itu, hanya Tika lah teman barunya yang masih setia di sampingnya, menenangkannya. Sedangkan Rere, ia memutuskan untuk pindah sekolah karena tak kuat berada di tempat yang menurutnya adalah tempat sial, tempat terjadinya malapetaka itu, tempat terjadinya pertumpahan darah sang kakak. Dan ia merasa muak dengan Meilani –yang menurutnya- menjadi penyebab sang kakak meninggal dan pergi selamanya. Ia membenci Meilani. Menurutnya Meilani lah satu-satunya orang yang patut dipersalahkan akan kematian kakaknya.

Padahal, tidak.Itu hanya salah paham. Rere tak mengerti apa yang terjadi pada saat itu. Ia bahkan tak mau mengerti. Karena menurutnya, apa yang dilihatnya, itulah alasannya, itulah penyebabnya.


**
Sewaktu mereka memperlihatkan hubungan mereka –untuk pertama kalinya- di sekolah, tak ayal membuat heboh seluruh penghuni LHS.Ada yang pro bahkan juga ada yang kontra dengan hubungan baru pasangan itu.Untuk yang pro, sudah pasti mereka yang menginginkan kedua orang ini bahagia atas apa yang mereka pilih dan mereka jalani. Sedangkan yang kontra, sudah pasti kebanyakan dari mereka yang iri akan keberuntungan Meilani —sudah pasti mereka para cewek-cewek LHS—yang berhasil menakhlukan hati sang penguasa LHS, ataubahkan ia yang diam-diam berkedok pada asumsi bahwa Meilani pasti akan menjadi incaran musuh Zufar yang berkeliaran di luar sana, padahal jauh dalam hatinya, mereka juga iri terhadap Meilani.

Bahkan, Rere yang pertama kali mengetahui kabar bahagia ini pun turut merasakan kebahagiaan yang sama. Ia sangat senang saat Meilani dengan malu-malu mengakui bahwa mereka kini berpacaran. Yaa, walaupun pada awalnya Rere merasa dikhianati dua orang itu –karena menyembunyikan kedekatan mereka, tapi akhirnya Rere menerimanya dengan lapang dada, dengan teriakan kebahagiaan yang meluap dari dalam hatinya.

“Demi apa lo jadian sama kakak gue??? Kok bisaaa???Kapan kalian deketnyaaa??!”Tanya Rere dengan lengkingan keras dari suara cemprengnya.Menggema di seluruh penjuru kelas.Secepat kilat Meilani membekap mulut Rere yang sudah seperti ember pecah.

“Jangan kenceng-kenceng teriaknya Rere…” desis Meilani panik.

“Ya lagian lo tau-tau ngasih kabar kayak gini. Gue shock tau! Gue kan gak pernah liat lo akrab sama kakak gue, Mel,” tutur Rere dengan tatapan tajam dan mengancam. “sekarang ceritain sedetail-detailnya gimana awal pertemuan kalian, pendekatannya juga, nah, sama yang terpenting bagian pas kakak gue nembak lo. Cepet cerita!” dan mengalirlah cerita dari mulut Meilani dengan wajah yang merah merona serta tangan yang berkeringat saking gugupnya.

Seperti itulah saat dimana Meilani baru saja memulai kehidupannya dengan penuh warna.Dengan cinta kasih yang disuguhkan setiap harinya oleh pacar barunya. Zufar.

Dan kini, sudah tujuh bulan sejak saat Meilani menerima Zufar sebagai pacarnya.Selama itu pula Zufar selalu ada di sisinya, menemaninya. Dari mulai berangkat sekolah, pulang sekolah, bahkan mengantar Meilani kemanapun ia mau.

Zufar sangat perhatian dan dia sangat posesif terhadap Meilani.Demi keselamatan dan kebahagiaan cewek itu pastinya.Zufar tahu berita bahwa dirinya sudah mempunyai pacar sudah tersebar luas di seluruh penjuru sekolah. Dan tidak menutup kemungkinan musuh-musuhnya pun di luar sana juga ikut mengetahuinya. Untuk itulah ia selalu berusaha menjaga Meilani.

Tapi setiap manusia pasti punya kelemahan dan pasti ada saat dimana ia mulai lengah akan sesuatu yang tengah dijaganya. Seperti Zufar yang kali ini lengah menjaga Meilani yang ingin pulang sekolah dengan segera, padahal dirinya sedang mengikuti pendalaman materi menjelang UN.

Zufar tak mengizinkan Meilani untuk pulang tanpa dirinya atau malah hanya sendiri —tanpa ada yang menemani. Tapi Meilani yang tak menghiraukan Zufar, ia tetap bersikukuh untuk pulang sendiri, dengan angkutan umum.  Entah kenapa ia hari ini ingin sekali cepat kembali ke rumah. Padahal biasanya Meilani akan dengan setia menunggu Zufar untuk mengantarnya pulang. Sesibuk apapun Zufar, pasti dengan sabar Meilani akan menunggunya. Tapi kini matanya tidak bisa diajak kompromi.Ia ingin memejamkan matanya sejak bel jam pelajaran terakhir berdering.

Meilani mulai tak sabaran saat sedang menunggu angkutan umum di halte tempat –dulu biasanya ia menunggu, karena angkutan umum yang sedari tadi ia tunggu tak juga kunjung datang, akhirnya ia memutuskan untuk berjalan kaki menelusuri panjangnya trotoar di tepi jalan.

Meilani berjalan dengan terkantuk-kantuk di sepanjang trotoar sambil sesekali kepalanya menengok ke belakang.Melihat apakah angkutan yang ditunggunya sudah dekat.Tapi tak ada satu angkutan pun yang terlihat bahkan lewat di depannya.Apasemua angkot lagi pada demo yaa? tanya Meilani dalam hati.
Punggung Meilani menegang saat dirasanya handphone di dalam saku bajunya bergetar.

Mati gue! Pasti preman hutan nih…

“Dimana lo?” desis Zufar diseberang sana. Kalau didengar dari suaranya yang berat dan tak ada basa-basi, sudah pasti Zufar sedang marah kepadanya.

“Eh… ini… anu…”

“Dimana?! Jangan ini, anu, ini, anu aja Meilani…”

“I-iyaa, anu, eh, ini gue lagi di jalan.”Meilani menjawab takut-takut. Hah! Celaka dua belas!

“Dijalan mana?” sentaknya.

Meilani sekilas menengok ke belakang. “Umm..belom jauh dari halte kok.”

“Oke, stop disitu sekarang.Tunggu sebentar.Dan cari tempat adem, jangan panas-panasan!” titahnya tak dapat dibantah.

“Kenapa emangnya kalo nunggu di tempat panas?” tanya Meilani heran.

“Nanti takutnya cinta lo ke gue meleleh.”Tuuuuttt… panggilan langsung diputus oleh Zufar.

Meilani makin mengernyitkan keningnya.Apa tadi katanya? Takut cinta gue meleleh?
“Hahahaha…” tawa Meilani meledak membahana saat ia sudah bisa memproses kalimat Zufar di akhir telepon tadi. “emangnya cinta gue kayak coklat bisa meleleh… kalo rasanya sih, pasti lebih manislah daripada coklat… hahaha.”

Diseberang jalan, Meilani melihat ada tukang es potong kesukaannya.Ia berniat untuk membelinya terlebih dahulu. Tidak akan lama. Lagi pula Zufar pasti akan menemukannya sebentar lagi. Tepat setelah ia selesai membeli es potong, Zufar muncul dengan Ninja hijaunya tak jauh darinya saat ia ingin kembali menyebrang jalan.

Tak diduga, di belakang Zufar melaju dengan sangat kencang mobil sport berwarna hitam —dengan body yang lumayan besar.Niatnya pengendara mobil itu hanya ingin menyerempet Meilani yang terlihat sedang berjalan sendiri, tanpa pengawalan Zufar. Dan kejutaaaann… saat sang pengendara mobil itu melajukan mobilnya, saat itu pula Zufar muncul di tengah jalan dengan motor kesayangannya.

Merasa target yang baru saja muncul lebih menggiurkan dari yang sebelumnya, Oscar –si pengendara mobil sport hitam itu merubah target incarannya. Ia ingin menyerempet motor Zufar hingga jatuh terpental bermeter-meter di jalan.

Dengan memicingkan mata birunya dan menginjak pedal gas sekuat yang ia bisa, Oscar melakukan niat jahatnya dengan sempurna. Bagian belakang motor Zufar ditabraknya keras-keras hingga sang pengendara terpental jauh, sedangkan motornya terseret di sepanjang jalan. dan setelah melakukan aksinyanya ia melarikan diri dari tempat kejadian. Tawanya keras membahana di dalam mobilnya yang memang di desain sangat sporty itu.

“Gotcha!” teriaknya puas.


Meilani berdiri mematung melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Dengan mata telanjangnya, ia melihat pacarnya sendiri menjadi korban tabrak lari. Ditabrak dengan sangat keras sehingga membuat Zufar terlempar sejauh 7 meter.Hanya 2 langkah dari hadapannya sekarang.Helm yang dipakainya bahkan sampai pecah, dan hampir terbelah.Dan yang lebih mengerikan lagi, ruas telapak tangan telah berputar ke atas karna pada saat terhempas ke tanah, Zufar menahan berat tubuhnya dengan telapak tangannya.Sehingga membuat telapaknya patah.Dengkul kanannya pun terlihat sedikit membengkok.Sepertinya juga patah.

Sadar dari kebekuannya, Meilani langsung melompat menghampiri Zufar.Ya Tuhan… banyak sekali darah yang mengalir dari kepala Zufar saat Meilani membuka helmnya.

Dengan tangisan histeris, Meilani menaruh kepala Zufar yang berlumuran banyak darah di pangkuannya. Rok kotak berwarna abu-abunya kini mulai menyerap darah segar dari kepala Zufar yang tanpa henti mengeluarkan darah.

“Ya Tuhan… kak Zufaaaarrrr.”
**


Tika merangkul Meilani kembali. Sungguh ia pun sudah tak kuat jika Meilani terus-terusan mengingat kejadian mengerikan itu. Ia ingin Meilani tak hanya mengenang kejadian yang paling buruk itu, antara Meilani dengan Zufar, sedangkan masih ada banyak kenangan yang lebih manis yang pernah mereka lalui saat bersama. “Meilani, c’mon… lo udah janji sama gue dan orang-orang yang sayang sama lo, kalo lo gak bakalan terpuruk lagi kan?”

“Susah, Tika… gue udah coba. tapi setiap gue coba, setiap itu juga gue terpuruk lagi…” isak Meilani. Dengan sabar, Tika mengusap-usap punggung belakang Meilani.Menenangkan emosinya yang mulai terpancing lagi.

“Gara-gara gue, dia gak bisa ngedaki gunung Jaya Wijaya. Destinasi impiannya, Tik…”


**
“Mel, tau gak gue punya berita apa?” tanya Zufar pada Meilani yang saat itu sedang menunggu ekskul Pecinta Alam dimulai. Mereka memanfaatkan waktu luang tersebut untuk berduaan di atap gedung LHS —yang memang dijadikan basecamp untuk komunitas Pecinta Alam.

“Paling gak jauh-jauh dari petualangan. Iya kan? Hutan mana lagi yang mau ditelusurin?Atau… gunung mana lagi yang mau di daki?”Meilani menyatukan alisnya.

Zufar tersenyum lebar dan mengacak-acak poni Meilani yang terlihat sangat menggemaskan di matanya.“Yap!Tapi kali ini lebih-lebih istimewa,” ucapnya misterius. “nanti setelah UN, gue bisa ngedaki puncak Carstenz di Gunung Jaya Wijaya! Ah, seneng banget coba bayangin, puncak Carstenz tuh impian semua traveler buat menginjakan kakinya disana.”

“Oohh… puncak Carstenz tuh yang ada es abadinya kan, ya?” tanya Meilani mulai tertarik.Sejak berpacaran dengan Zufar yang doyan berpetualang, Meilani sering mencari tahu berbagai tempat destinasi yang paling bagus dan paling diminati para traveler.Ia ingin mengimbangi alur pembicaraan Zufar saat bercerita tentang berbagai macam pengalamannya saat berpetualang.

“Iya. Keren, kan?”

“Whoa… mau ikut dong gue, kaaak…” rengek Meilani mencoba untuk membujuk Zufar agar mengajaknya. Zufar menggelengkan kepalanya,

“No way.Destinasi yang ini tuh cuman buat yang udah professional.Dibutuhkan waktu tiga bulan buat nyiapin diri ngedaki puncak Carstenz. Lagi pula emangnya lo udah dapet izin dari Menpora, Mentri Kehutanan, Pariwisata sama Kepolisian?”

“Enggak sih, tapi gue pengeeennn..lo kan bisa mintain izin ke Menpora dan Mentri-mentri itu buat gue, kak,” bujuk Meilani.

“Meilaniku sayaaangs, buat ikutan kemping di Gunung Salak kemaren aja lo gak boleh sama Om Tyo. Gimana iniiii? Yang perjalanan kesananya aja makan waktu  2 minggu —kalo dari Jakarta.”

“Pelit masa pacarnya sendiri gak boleh ikut.”

“Bukannya pelit. Disana banyak jurang, ntar kalo lo jatoh ke jurang siapa yang mau nolongin coba?”

“Ya elo lah yang nolongin gue… lagian juga gue udah pernah sih, yee..jatoh dari jurang,” kata Meilani mengejek. “terus elo nolongin gue waktu gue jatoh ke jurang.”

“Jurang mana?”

“Jurang cintamuuu… hahahaha.”
**


“Udah, Mel… ini semua tuh udah jalannya. Udah takdirnya…” lagi-lagi hanya itu kata-kata yang dapat diucapkan oleh Tika. Sudah puluhan bahkan ratusan kali ia menasihati Meilani agar tak terpuruk lebih dalam lagi. Tapi apa mau dikata? Sangat susah membuat Meilani move on dari kesedihan dan keterpurukannya.

Meilani hanya mengangguk pasrah.Ia tahu, tak akan orang yang bisa merasakan kesedihannya selain dirinya sendiri. Semua orang hanya dapat memberikannya semangat dan penghiburan yang sama.  Tak ada pengaruh besar untuk menghilangkan kesedihannya.

Tika tersenyum tipis pada Meilani. “ya udah, yuk, kita balik ke kelas. Udah bel masuk nih!”

___***___***___***___


Saat memasuki kelas, Tika dan Meilani langsung mengambil duduk di tempat duduk mereka yang biasa dengan tas mereka yang sudah bertengger di tempat masing-masing. Tak dihiraukan Meilani tatapan Altan yang menajam padanya.

Ya, mereka kali ini dipersatukan lagi di kelas yang sama. Sejak kejadian perdebatan yang berujung pengusiran di mobil Altan serta resminya Meilani menjadi pacar seorang Zufar, Altan tak lagi mengganggu Meilani secara terang-terangan. Karena ia merasa bersalah pada Meilani, ia mulai menjaga jarak pada Meilani.
Ia membiarkan Meilani merasakan kebahagiaan yang dapat dilihat dari senyum lebar Meilani dan matanya yang tiap hari selalu bersinar cerah.

Sejak saat itu pula Altan mulai bergonta-ganti pacar setiap dua bulan sekali.Sehingga dinobatkanlah dirinya sebagai playboy paling cetarrrr membahana di LHS.Saat itu Altan hanya ingin mengalihkan perhatiannya dari Meilani. Jauh dari dalam dirinya, ia benar-benar sangat cemburu melihat Meilani dengan mesranya jalan bergandengan tangan dengan Zufar. Jika ia bertangan dingin, ingin sekali rasanya mematahkan tangan Zufar yang berani-beraninya merangkul pundak Meilani. Tapi ditahannya.Ia tak ingin Meilani beranggapan bahwa dirinya seorang perusak kebahagian orang lain. Cukup sudah pengakuan Meilani saat itu bahwa Meilani membenci dirinya.Bahwa Meilani lebih menginginkan Zufar dibandingkan dirinya. Sehingga ia benar-benar menguatkan dirinya dan hatinya untuk membiarkan Meilani tersenyum bahagia, meskipun bukan karena dirinya.

Hingga akhirnya kecelakaan yang menimpa Zufar tiga bulan yang lalu, yang menyebabkan orang itu meninggal, membuat Altan kembali bertekad untuk membuat Meilani ingat kembali pada dirinya.Butuh waktu yang lebih panjang memang untuk membuat Meilani menghiraukan dirinya lagi.Ia tahu betul Meilani saat ini masih sangat terguncang batinnya karena hal itu. Tapi dengan keyakinan yang kuat dari dalam hatinya, Altan akan mencoba.
Tak akan dibiarkannya lagi Meilani jatuh kepelukan orang lain. Hanya dirinyalah satu-satunya raga yang akan dipeluk Meilani. Ya, hanya dia.

Dengan mudah Altan memindahkan dirinya ke tempat duduk di depan Tika —yang duduk di sebelah Meilani. Ia ingin lebih dekat dengan Meilani. Ia ingin mencoba membuat Meilani melihat dirinya. Membuat Meilani tahu bahwa dirinya ada hanya untuknya.

Ia harus menemukan strategi agar Meilani tak lagi dingin padanya. Ia harus meluluhkan Meilani.

Tika menegakkan tubuhnya saat Altan pindah di depannya. Perasaan wanitanya muncul dengan gembira saat seorang yang sangat sangat digilai di sekolahnya kini berada tepat di depannya. Sama seperti cewek-cewek kebanyakan yang akan sangat gembira jika mereka bisa sedekat ini dengan sang Don Juan. Ia beranggapan bahwa Altan akan melakukan Pedekate dengannya, karena usut punya usut, hubungan Altan dengan Resha anak kelas Sebelas Bahasa sudah mulai merenggang. Itu artinya Altan dan Resha sebentar lagi akan putus. Dan itu artinya lagi, tidak menutup kemungkinan Altan akan mengincarnya.

Walaupun tahu bahwa Altan adalah seorang playboy yang paling keren, tetap saja banyak cewek-cewek yang dengan senang hati menjadi mainan Altan. Seperti ada rasa bangga pada diri mereka jika mereka sudah pernah berdekatan dengan Altan apalagi berpacaran dengannya. Setiap cewek-cewek yang sudah pernah berdekatan dengan Altan, mereka dengan pongahnya akan menceritakan bagaimana bahagianya perasaan mereka, betapa perhatiannya Altan pada mereka, betapa tak  akan memalukannya jika mereka membawa Altan ke pesta-pesta.

Sungguh mereka akan berlomba-lomba mencari perhatian Altan yang terkenal sangat dingin dan sangat emosian itu.

Tika tersenyum lebar saat Altan menengokkan kepalanya ke belakang. Tapi tatapan Altan jatuh pada Meilani yang masih sibuk melamun. Kemudian ia melirik sekilas ke arah Tika lalu menghadap kembali ke depan.

Bukan main senangnya, Tika sampai terpana saat tadi Altan meliriknya. Ia langsung menggenggam tangan Meilani erat-erat, sampai Meilani melirik ke bawah –dimana tangannya sedang digenggam, lalu mengernyitkan dahinya. Heran.

“Tadi Altan nengok ke sini loh, Mel!” bisik Tika. Begitu sangat excited. Meilani mencoba melirik ke depannya. Melihat Altan dengan tenangnya sedang duduk di depan bangku mereka.

Meilani memundurkan kepalanya. Kernyitan di dahinya semakin banyak disana. ia heran mengapa Tika sampai sebegitu senangnya Altan duduk di depannya sekarang. Apa bagusnya? Apa istimewanya?

“Lebay ah,” cibir Meilani yang tak terlalu excited dengan keberadaan Altan. Lagian ngapain sih nih orang pake pindah-pindah ke sini segala, gumam Meilani dalam hati.

Tika memanyunkan bibirnya. Dia salah orang! Harusnya dia gak ngasih tau Meilani kalo Altan tadi melirik ke arah mereka. Dia tau banget riwayat hidup Altan dan Meilani semenjak sekolah di LHS. Gak ada akur-akurnya sama sekali! Pantas saja Meilani tidak begitu se-excited dirinya. Huh!

___***___***___***___



“Eh, siapa deh nama lo? Tika ya? lo ada pulpen lagi gak? Punya gue tintanya bocor nih. Ada gak?” tanya Altan pada Tika yang sedang sibuk mencatat ringkasan di buku paketnya. Tika melongo sebentar lalu digantikan dengan kepanikan yang berlebihan.

“Hah?! Eh, ada gak ya? Sebentar!” ucapnya sambil mengaduk-aduk tempat pensil pink berbulunya. Mengeluarkan semua isinya yang ada disana. Mulai dari hapusan, pensil yang sudah tumpul, minyak wangi, lip gloss –beraneka rasa, 2 buah eyeliner, gunting kuku, dan… kutek. Oh my God! Gak ada sama sekali pulpen di dalam sana.

Tika meringis menyadari kebodohannya. Ia lupa, pulpen yang digenggamnya pun hasil pinjeman dari Meilani. Sekarang dia sok-sok-an mau minjemin. What a stupid you are, Tika! Makinya dalam hati.

Tika memberikan pulpen satu-satunya yang ada digenggamannya. Memberikannya kepada Altan dengan cengiran lebar. “Heee… pake yang ini aja deh, Al.”

“Lo pake yang mana?” tanya Altan dengan menaikkan alis kanannya.

“Gue… gue bisa pinjem ke Meilani kok,” kata Tika meyakinkan Altan kalau dirinya masih bisa mendapatkan pulpen lain, asalkan pangeran yang satu ini senang. Ouch!

Altan melirik Meilani yang tidak begitu perduli dengan percakapan yang terjadi diantara dia dengan Tika. Diam-diam Altan mendengus. Pasti ngelamunin si Zufar Zufar itu deh.

“Yaudah thanks..”

“Eh, iya, tapi ntar balikin ya, itu punya Meilani soalnya,” pesan Tika dengan cengiran yang memalukan.
Altan hanya membalasnya dengan gumaman tak jelas.


**
Pintu berwarna cokelat terang itu diketuk dengan bunyi yang teratur. Sesekali tamu itu memencet bel yang bertengger di pinggiran atas pintu. Masih terus melakukan ritual yang sama, sampai orang yang ada di dalam rumah itu membukakan pintu lalu kepalanya melongok keluar.

“Nak Zufar? Ada apa ya?” tanya sang pembuka pintu —yang ternyata adalah Tyo, papanya Meilani. Ia mengernyitkan dahinya saat dilihat Zufar membawa ransel besar yang disampirkan di punggungnya. Lengkap dengan tikar yang dipakai untuk berkemah.

“Ini Om, Meilani bilang dia gak boleh ikut kemah di gunung Salak ya, Om? Izinin dong, Om. Please…” bujuk Zufar. Seharusnya ia dan teman-teman se-ekstrakulikulernya sudah berangkat sejak siang tadi menuju Bogor, tapi karena Meilani tak kunjung datang dan tak memberikan kabar akan kedatangannya —bahkan Zufar sudah berkali-kali membombardir Meilani dengan jutaan pesan singkat dan telepon, tetap saja handphone milik pacarnya itu tak menunjukan kehidupan. terpaksa Zufar melepas rombongannya untuk berangkat terlebih dulu. Ia memutuskan untuk menunggu Meilani di sekolah.Mungkin dalam perjalanan, pikirnya saat itu.

Selama pergantian siang hingga sore menjelang Zufar dengan setia menunggu Meilani datang ke sekolah, hingga saat ia ingin menjemput Meilani, barulah ia memberikan kabar melalui SMS bahwa dirinya tak diizinkan pergi berkemah oleh papanya. Dengan cepat Zufar pergi menyambangi rumah Meilani lengkap dengan barang bawaan berkemahnya.

Dan disinilah dia berada. Di rumah asri milik Meilani sekeluarga. Dengan taman kecil di depan rumah berhiaskan bunga-bunga mawar putih dan kolam ikan menyempil di pojokan taman. Dan ia sudah sering berkunjung ke rumah ini. Mengantar Meilani ke sekolah ataupun pulang sekolah.

“Begini, nak. Bukannya om mau melarang, tapi om khawatir. Meilani itu kesehatannya sekarang suka naik turun. Om takut penyakit lamanya kambuh lagi,” kata Tyo dengan cemas. “om tau sekarang dia lagi menyibukkan diri sama kegiatan barunya, om gak larang selama om masih bisa ngawasin dia. Tapi untuk keluar kota, apalagi menginap di alam terbuka, om masih belum percaya kalo dia akan baik-baik saja nanti.”

“Meilani punya penyakit… lama? Apa itu, Om?”

Tyo mengangkat bahunya. “Dulu dia pernah kecelakaan, sampai harus di operasi di bagian kepala. Dan kalo dia kecapekan, dia suka pusing dan migrain. Malah seminggu yang lalu, om nemuin dia lagi ngeringkuk di kasur dan mengerang kesakitan di kepalanya.”

Zufar tau itu. Seminggu yang lalu Meilani memang terlihat tidak fit. Mukanya agak pucat dan terlihat lesu. Saat ditanya, ia bilang tidak apa-apa dan berusaha untuk terlihat segar. Percuma karena Zufar tahu apapun gelagat Meilani di depannya.

“Oh, trus Meilaninya mana ya, om?”

 Tyo mengusap wajahnya frustasi dengan kedua telapak tangannya. Sepertinya sangat lelah. “Dari kemaren ngambek sama om. Dia gak mau keluar kamar. Gak mau makan juga, Far,” keluh Tyo.

“Ya ampun, pantesan dari semalem handphone-nya mati. Umm.. kalo gitu saya boleh pinjem halaman belakang rumah, Om?” tanya Zufar.

“Buat apa?”

“Saya mau ajak Meilani kemping di taman belakang aja deh. semoga dia gak ngambek lagi.”

“Oh, ya ya.. boleh, silahkan! Terima kasih ya, nak, sudah mau mengerti Meilani,” kata Tyo penuh rasa terima kasih.



“Mel… Mel… buka pintunya dong. Ini gue Zufar,” teriak Zufar di depan pintu kamar Meilani. Ia langsung berlari ke kamar Meilani setelah ia selesai memasang peralatan berkemahnya di belakang rumah Meilani. Dengan bantuan Tyo, Zufar menyulap halaman belakang menjadi tempat berkemah sederhana. Ada dua tenda terpasang disana, tumpukan kayu kering untuk api unggun, dan tikar lembut berwarna biru tua digelar disana. Tak sampai 10 menit tempat itu sudah bisa digunakan.

Dengan gerakan cepat, pintu dibuka dari dalam. Menampakkan sosok Meilani yang terkejut melihat Zufar berdiri di depan pintu kamarnya.
Dilihat dari atas sampai bawah, Zufar mengenakan kaos putih polos dibalut dengan jaket hijau tua yang pas tersampir di kedua pundaknya, celana jeans selutut, lalu sneakers putih di kakinya. Sangat-sangat casual.

Meilani melongo. Bukannya Zufar sudah berangkat berkemah tadi siang?

“Kak, lo ngapain disini?” tanyanya heran.

“Kita kan mau akad nikah sekarang, Mel. Lo lupa?” jawab Zufar dengan intonasi nada yang sangat serius.

“HAH?!!!” pekik Meilani.

“Hah-hoh-hah-hoh, aja. Ayok ikut gue.” Zufar menarik tangan Meilani dengan lembut. Menuntunnya menuruni tangga.

“Jangan becanda deh, kak. Akad nikah, akad nikah… lo pikir gue mau nikah sama lo,” sungut Meilani. Walaupun mereka berpacaran, tetap saja mereka masih
suka berdebat.

Zufar berhenti di tengah-tengah tangga. “jadi lo gak mau? Yaudah naik lagi sana ke atas.”

“yah, ngambek. Keceplosan itu kak, eh, becanda ituuu…” ralat Meilani cepat saat Zufar memelototinya saat ia bilang keceplosan. Serem euy dipelototin preman hutan, batin Meilani bergidik.

“Ya makanya jangan banyak tanya. Abis liat ini, asti lo langsung ngemis-ngemis mau akad nikah sama gue,” ujar Zufar misterius sambil terkekeh geli mendengar perkataannya sendiri.

“Taruhan?” tantang Meilani.

“Oke. Kalo lo suka sama kejutan gue, lo harus akad nikah cuma sama gue. Kalo lo gak suka, kita tetep akad nikah, tapi setelah gue ganti kejutan gue. Gimana?”

“untungnya buat gue apaan? Masa gak adaaa?” sungut Meilani. Apa-apaan Zufar?! Masih sekolah mau akad-akad-an segala-_-

“Ya lo pilih taruhan lo sendiri dong.”

“Hmm… gue mau…”
**


“Mel, Mel, woy!” panggil Tika sambil mengguncang-guncangkan pundaknya. Kembalilah Meilani ke dunia aslinya.

“Hah? Apa?” tanyanya panik.

“Ih, budek nih! Makanya jangan ngelamun mulu.” Tika bersungut-sungut. “gue mau pinjem pulpen lagi dong?!”

“Lah, yang tadi lo pake mana?”

“Gue pinjemin ke Altan,” jawabnya dengan cengiran bodohnya.

Meilani melirik Altan, lalu memicingkan matanya. “kenapa dipinjemin ke dia?” desis Meilani dengan mata melotot tajam pada Tika.

“Ya, abisnya pulpen dia tintanya abis. Tadi dia minjem sama gue, tapi kan lo tau isi tempat pensil gue kebanyakan alat make-up,” terang Tika sambil meringis.

“Bodo. Salah sendiri udah gak punya pulpen sok-sok minjemin orang. Gue gak ada lagi!” kata Meilani acuh.

Tika memajukan bibirnya. Merutuki Meilani yang terlalu sensitive pada Altan. “Yaah, Mel…”

“Lo yang pinta pulpennya baik-baik ke dia sekarang atau gue rebut paksa dari dia nih?” kata Meilani mengajukan dua pilihan pada Tika.

“Hah?!”

**TEBECE**

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates